Source : FB Misteri dan Urband Legend
Edited by Me
Aku diadopsi, aku tidak pernah tahu siapa itu Ibu asliku. Aku pernah mengetahuinya sekali dulu saat ia meninggalkanku. Ketika aku masih terlalu kecil untuk mengingat.
Itu tak penting lagi, karena sekarang aku sangat mencintai keluarga yang
mengadopsiku. Mereka sangat baik terhadapku. Aku makan dengan baik,
tinggal di tempat yang hangat dan aku bisa begadang sampai malam.
Baiklah, aku akan menceritakan tentang keluargaku dengan sangat cepat.
Pertama adalah Ibu angkatku. Aku tidak pernah memanggilnya ibu, mama, atau apapun lah. Aku hanya memanggilnya dengan nama pertamanya saja. Janice.
Dia tidak masalah dengan hal tersebut. Aku bahkan
tidak pernah berpikir dia menganggap hal tersebut. Bagaimanapun juga,
dia adalah wanita yang sangat baik. Aku rasa dia lah orang yang sangat
direkomendasikan untuk mengadopsiku kepada anggota keluarga ku yang lain.
Kadang-kadang aku sering merebahkan
kepalaku dipangkuanya saat dia menonton tv dan dia akan menggelitiki
punggungku dengan kukunya. Dia benar benar seperti salah satu Ibu di
Film-Film Hollywood.
Kedua, adalah ayah angkatku. Nama aslinya adalah Richard, tapi dia
tidak pernah begitu mencintaiku. Jadi aku mulai merayunya dengan
memanggilnya Ayah agar aku bisa mendapat kasih sayangya.
Tetapi
tampaknya hal tersebut tidak berhasil. Akupun berpikir, bahwa apapun
yang telah aku lakukan dia tidak mungkin bisa menyayangiku seperi
anaknya sendiri.
Yah.. hal tersebut dapat aku mengerti, jadi aku tidak
terlalu ada masalah dengan hal itu. Kalian tau, yang paling menonjol dari sifat ayah
angkatku adalah pribadinya yang sangat disiplin.
Dia benar-benar tidak
pernah ragu untuk memukul anaknya jika berbuat salah. Aku mengetahui hal
tersebut saat aku tidak bisa menggunakan kamar mandi dengan baik.
Namun berkatnya aku bisa menggunakanya dengan baik karena metode disiplin yang
diberikanya tersebut.
Dan yang terakhir adalah adik perempuanku. Si kecil Emily. Dia begitu kecil ketika aku baru diadopsi, jadi sebenarnya usia kita sama tapi dia agak lebih tua sedikit. Hanya saja aku suka menganggap dia sebagai adik.
Kami sering melewati hari-hari bersama melebihi saudara kandung
sekalipun. Kami juga sering selalu begadang bersama dan mengobrol
tentang segala hal. Yah, kebanyakan dia yang berbicara. Aku lebih sering
mendengarkanya karena aku mencintainya.
Itu adalah saat-saat terindah yang kami miliki bersama. Di rumah kami
memiliki kamar tidur yang terbatas, jadi karena aku tidak ingin tidur
diruang tamu sendirian saat kecil dulu akhirnya aku dibuatkan sebuah
matras kecil di dekat tempat tidur adikku. Disitulah akhirnya aku tidur.
Tapi hal itu tidak menjadi masalah, karena aku sangat senang berada di
dekatnya dan seolah aku merasa kalau aku bisa selalu menjaga adik
kecilku.
***
Tetapi semuanya berubah pada hari rabu malam yang mengerikan. Saat itu aku sedang berada di rumah, sedang tidur siang ketika si kecil Emily membuka pintu depan.
Suara dari pintu depan yang terbuka membangunkanku
dan aku segera berlari ke ruang tamu menuju pintu depan. Saat itulah
aku baru menyadari kalau itu adalah hari rabu. Aku tidak pernah dapat
mengingat hari dengan baik.
Sebenarnya, yah aku akan mengatakan ini
dengan sejujurnya : Inderaku untuk mengingat waktu sangatlah payah! Tapi
itu tidak masalah.
Aku mengetahui bahwa saat itu adalah hari rabu karena saat itu Emily baru saja pulang dari perkumpulan gereja pemudanya. Dia berjalan menuju depan pintu dan memelukku. Kemudian diikuti oleh Ayah dan Janice. “apa kau menikmati tidur siangmu?” kata Janice menggodaku sambil mengelus-elus rambutku. kemudian aku menolehkan kepalaku dan menjilat pipinya dengan maksud hanya bercanda.
Aku mengetahui bahwa saat itu adalah hari rabu karena saat itu Emily baru saja pulang dari perkumpulan gereja pemudanya. Dia berjalan menuju depan pintu dan memelukku. Kemudian diikuti oleh Ayah dan Janice. “apa kau menikmati tidur siangmu?” kata Janice menggodaku sambil mengelus-elus rambutku. kemudian aku menolehkan kepalaku dan menjilat pipinya dengan maksud hanya bercanda.
“Jangan menjilat Ibumu seperti itu!”
bentak Ayah dengan otoritasnya. Dia menutup pintu di belakangnya sambil
menggantungkan mantelnya. “Apa-apaan orang ini. Jelas sekali aku hanya
bercanda” gerutuku pelan agar dia tidak bisa mendengarnya. Yah, aku rasa
dia juga tidak pernah mendengarkanku.
Kemudian Emily segera menuju ke
kamar kami berdua. Dan aku mengikutinya di belakang. Lalu dia mulai
menceritakan hari-harinya padaku. Yah kalian tahu lah, kebiasaan remaja wanita seperti apa tetapi saat itu aku tetap mendengarkannya agar dia merasa lebih baik.
Setelah dia selesai menceritakan hari-harinya padaku, dia pergi ke
ruang tengah dan menyalakan televisi. Kau tahu, emily tidak seperti
kebanyakan remaja putri yang lain. Dia tidak menyukai film kartun maupun
sinetron. Dia lebih menyukai acara edukasi yang berhubungan dengan
dunia hewan. Yah, aku tidak masalah dengan hal tersebut, karena
sebenarnya aku juga tertarik dengan acara itu.
Hari pun semakin larut, Janice segera mendatangi kami. “Emily, ini sudah melewati jam malam mu. Matikan televisi dan segera tidur. Dan kau juga tidur” katanya sambil menunjuk ke arahku.
Emily segera mematikan
televisinya dan bergegas menuju ke kamarnya, aku mengikutinya di
belakang. Ketika berjalan meninggalkan ruang tengah, aku bisa merasakan
kalau ada sesuatu yang tidak beres.
Kami masuk ke dalam kamar dan Emily mematikan lampu.
Kami masuk ke dalam kamar dan Emily mematikan lampu.
Tepat saat dia
mematikan lampunya aku menangkap sebuah gerakan di sudut mataku. Itu
tepat berada di luar jendela. Tapi setelah aku menoleh ke arah gerakan
tadi, aku tidak melihat ada apa-apa disana.
Tapi aku masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Demi adik ku aku terus mengawasi sekelilingku dengan sigap.
Tapi aku masih merasa ada sesuatu yang tidak beres. Demi adik ku aku terus mengawasi sekelilingku dengan sigap.
Aku merebahkan diriku di dalam gelapnya kamar dengan seberkas cahaya kecil dari lampu luar yang sedikit menerangi kamar. Lagi dan lagi aku mendengar ada suara pelan dari luar jendela, bunyi ranting, dedaunan, dan pakaian yang bergesek. Aku juga samar-samar mencium bau keringat dan darah. mataku benar benar tidak bisa terpejam malam itu.
Kemudian, suara-suara diluar mulai mereda dan bau darah pun telah meninggalkan hidungku. Aku mulai merasa nyaman yang kemudian aku menutup kelopak mataku.
Tidak lama kemudian aku mendengar bunyi gebrakan yang sangat keras. Aku
segera terbangun dari tidurku dan berteriak. “ADA SESEORANG DIRUMAH!!”
Aku berteriak dengan sekuat tenagaku. “Bangun!” Kataku sambil
membangunkan Emily, dia terbangun dan saat aku telah melihatnya duduk
aku segera berlari menuju kamar orang tuaku.
Ayah telah meninggal, lehernya terkoyak terbuka dan terlihat darah mengalir keluar dari lehernya membasahi kasur dan lantai. Aku melihat pintu kamar mandi di kamar Ayah tertutup dan tepat di depannya berdiri seseorang. seorang Pria.
Seorang Pria, aku tidak merasa nyaman memanggil dia seperti itu.
Dia sangat besar dan kasar. Dia berbalik dan menatap ke arahku dan saat itu adalah kali pertama aku melihatnya secara jelas. Aku tidak akan melupakan itu. Matanya sangat besar, seperti manik-manik yang terjebak dalam kebengisan.
Jenggotnya tampak berantakan dan darah tampak menetes
dai jenggot kotor tersebut.
Bajunya kotor dan wajahnya terlihat dingin.
Saat itu aku merasakan adanya bau keringat dan darah sama seperti yang
aku cium sebelumnya tapi kali ini bau tersebut lebih menyengat lagi.
Dia melihatku. Dia melihatku dan tersenyum memperlihatkan susunan giginya yang kuning dan tak rata. Senyuman itu benar benar menakutiku. Aku berpikir aku akan mati saat itu.
Kemudian dia berbalik lagi ke pintu
kamar mandi seolah tidak terganggu dengan kehadiranku. Aku sangat
ketakutan dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya berteriak
dan menangis. Aku hanya melihatnya memasuki kamar mandi yang merupakan
tempat ibu angkatku sembunyi. Aku melihat saat dia mengangkat pisau
besar yang dibawanya, dan menggunakan bend itu tidak seperti seharusnya. Aku
melihat saat ia mulai merobek dan mengiris setiap bagian tubuh ibuku.
Lalu aku mendengar sesuatu, hal terakhir yang tidak ingin ku dengar. Itu adalah teriakan Emily yang datang dari arah belakangku. Sosok besar menyeramkan itu menoleh dari tubuh ibuku yang terkoyak dan melihat ke arah adik kecilku.
Aku kebingungan. Pria itu berdiri dan mulai berjalan
cepat ke arah aku dan adik ku. Adik ku segera membalikkan badan dan
berlari. Aku sangat terkejut ketika ternyata Pria itu hanya
melewatiku dan mengejar adik perempuanku tadi.
Kenapa Emily masih
dirumah? kenapa Ia tidak segera melarikan diri setelah melihat situasi
seperti ini? Dan saat ini dia mungkin bisa kehilangan nyawanya.
Aku berlari mengejar mereka berdua. Aku mengira pria itu akan membunuh saudara perempuanku seperti yang dia lakukan pada seluruh keluargaku. Tapi ternyata aku salah. Pria itu mencengkeram adik ku dengan lengannya dan memastikan bahwa Ia telah mengambil alih. Pria itu menyeret saudara perempuanku menyusuri rumah. Aku terus berteriak sebisaku, berharap ada yang mendengar dan menolong kami dari kekejaman ini. Tidak seharusnya pria itu membawa saudara perempuanku.
Jangan Dia!
Saat dia melewatiku dia menoleh kearahku dan menatapku dengan matanya
yang penuh teror. “Kenapa?” Dia tidak merespon pertanyaanku, dan
meletakkan tangan nya yang bebas diatas kepalaku.
Sementara Emily menjerit
di tangan nya yang lain dan dia berkata pada ku "Anjing pintar" dengan terus mengelus ku dan memamerkan susunan gigi nya yang menyebalkan itu.
Kemudiaan dia
memberikanku senyuman lain, benar-benar senyuman yang aneh dan tidak
lazim. Aku mengikutinya menuju pintu dimana dia menyeret adik ku yang
tak tertolong kedepanya. Ia membuka pintu itu dan menyeret adik ku
keluar. Dan kemudian ia membanting pintu tak mengijinkan ku keluar.
Sekarang disinilah aku, duduk di dalam rumah dengan orangtua tiriku yang telah termutilasi. Menggigil dan merintih dalam ketakutan. Pria itu ada diluar sana dengan adik ku tersayang. Melakukan hal yang tidak bisa aku bayangkan, Entah apa yang akan dilakukan pria itu atas adik ku, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Aku ingin menolongnya jika bisa. Aku
sangat ingin bisa mengejar pria tadi dan menolong adikku. Sayang aku
tidak bisa. Disinilah aku duduk. Sambil menatap ke arah pintu. Aku
melihat ke empat kakiku yang berbulu. Andai saja aku bisa membuka Pintu
itu.
0 komentar:
Posting Komentar